Header Ads

Jaringan Noordin Rekrut 437 Orang sebagai Anggota Teroris

JAKARTA, JPNNews - Gembong teroris nomor wahid, Noordin M. Top, amat lihai membuat sel jaringan baru untuk teror bom. Buktinya, sejak 2000, sebanyak 437 orang telah direkrut pria asal Malaysia itu sebagai anggota teroris dengan peran yang berbeda.

Itulah data jaringan sel Noordin yang diperoleh Mabes Polri selama sembilan tahun terakhir. ''Jumlah tersebut diketahui dari jaringan yang telah menjalani proses hukum maupun yang masih kami cari (DPO),'' jelas Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Sukarna di sela sidang penetapan calon taruna di Akpol kemarin.

Kelompok pengebom Mega Kuningan 17 Juli lalu menjadi bukti sel jaringan anyar dengan jaringan bom Bali atau kelompok teror bom sebelumnya. Berbekal pandai ''mencuci otak'' dalam merekrut jaringan sel, Noordin mampu mengubah jati diri orang hingga menjadi pengikutnya.

Sebagaimana diketahui, dalam bom Bali I (2002), Noordin bersama rekannya, Dr Azhari, membuat jaringan yang digawangi Amrozi, Imam Samudra, Ali Gufron alias Muklas, serta Ali Imron. Aksi berikutnya adalah bom Natal, bom Bali II, bom Kedubes Australia, dan bom di Hotel JW Marriott edisi pertama.

Nama Noordin menjadi otak di balik aksi tersebut, meski dilakukan oleh kelompok jaringan yang berbeda. Setiap aksi bom yang diotaki Noordin, selalu muncul jaringan lain sebagai pelakunya. ''Setiap kelompok terdiri atas beberapa peran. Yakni, perencana, perakit bom, kurir atau pengantar, dan pelaku bom bunuh diri atau yang biasa disebut pengantin,'' jelas Nanan.

Bom di Mega Kuningan pada 17 Juli lalu merupakan sel jaringan Noordin yang digawangi tiga serangkai dari Cilimus, Kuningan, Jawa Barat. Mereka adalah Ibrohim (florist Hotel JW Marriott yang tewas di Temanggung), Amir Abdillah (sudah ditangkap), dan Saefudin Jaelani (buron).

Tiga orang itu dibantu beberapa anggota lain seperti Danni Dwi Permana, Nana Ikhwan Maulana, Eko Peyang, Air Setyawan, serta Aris dan Indra yang ditangkap di Temanggung. Dari penangkapan dan penelusuran tersebut, bisa dipastikan Noordin saat ini sedang membentuk sel jaringan baru untuk aksi selanjutnya di tanah air.

''Kalau dulu dalam pengeboman Bali I dikenal Trio (Tenggulun) Lamongan, sekarang ini Trio Kuningan,'' ujar pengamat terorisme Dyno Cressbon di Jakarta kemarin.

Saefudin Jaelani dan Ahmad Feri alias Amir Abdillah merupakan saudara ipar Ibrohim. Mereka bertiga adalah aktor kunci dalam operasi 17 Juli yang merenggut sembilan nyawa dan puluhan luka-luka itu.

Saefudin, kakak Sucihani (istri Ibrohim), menjadi perekrut Danni dan Nana di Telaga Kahuripan, Bogor. Pria yang juga mempunyai KTP Bogor atas nama Syaifudin Zuhri itu dikenal sebagai ustad yang fasih berbahasa Arab, penyuka wewangian, dan ahli persuasi.

Sementara itu, Ahmad Feri adalah penjaga safe house (rumah perlindungan) Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat. Dia pernah menikahi adik kandung Sucihani. Densus 88 Mabes Polri sukses mengungkap plot penyerangan tersebut berkat Ahmad Feri. Saat hendak menjemput Yayan (calon martir yang dibebaskan, Red) di Semper, Jakarta Utara, Feri dibekuk. Dari mulut dia, Ibrohim terlacak di Temanggung.

Berdasar informasi yang dihimpun koran ini, Ibrohim menikah dengan Sucihani pada 1996. Buah perkawinannya itu melahirkan empat anak. Yang pertama adalah Shobryna Aliya yang lahir pada 14 Agustus 1997 atau setahun setelah menikah. Anak keduanya diberi nama Nisrina Adhriya yang lahir pada 18 Oktober 1999. Kemudian, anak ketiga yang lahir pada 28 Juli 2002 diberi nama Ismail Dhiyahul Haq. Anak terakhir yang baru berusia empat bulan dinamai Ishak.

Ibrohim juga sangat akrab dengan mantan adik iparnya, yakni Ahmad Feri alias Amir Abdillah, sang pemesan kamar 1808 JW Marriott. Feri alias Amir menikah dengan adik Sucihani, Ery Djuariyah. Perkawinan tersebut hanya bertahan tujuh bulan. Selanjutnya, keduanya bercerai. Ery kemudian menikah lagi dengan pria asal Sukabumi, Ridwan Nurdin. Sekarang Ery sedang hamil sembilan bulan.

Selain bersahabat akrab dengan Feri alias Amir, Ibrohim dekat dengan Saefudin. Berdasar informasi yang dikumpulkan Radar Cirebon (Jawa Pos Group), Saefudin adalah kakak kandung Sucihani atau anak kelima pasangan H Jaeleni dan Hj Asenih. Di kampungnya, Saefudin akrab dipanggil Pudin.

Saat Ibrohim menikah dengan Sucihani, Pudin membaca Alquran tanpa membuka mushaf. Sucihani memiliki tujuh saudara kandung. Selain Saefudin, saudara kandung tertua bernama Darmo yang menikah dengan Teti dan sekarang tinggal di Bandung.

Kemudian, Anugerah yang menikah dengan Eka dan tinggal di Jogjakarta. Selanjutnya, Ain yang menikahi Enur dan sekarang kabarnya tinggal di Jakarta. Kakak kandung Sucihani lainnya adalah Sabil Kurniawan yang menikah dengan Rahayu dan tinggal di Kuningan. Dua adik kandung Sucihani adalah Sobhi yang menikah dengan Eli dan tinggal di Bogor serta Ery Djuariah yang dinikahi Ridwan Nurdin.

Seorang warga Sampora, Khairun, mengaku melihat Pudin pulang ke Kuningan beberapa hari setelah pengeboman. ''Kalau tidak salah, Senin (20/7) sekitar pukul 05.00, saya berpapasan dengan Saefudin di pertigaan Caracas. Waktu itu, saya hendak ke pasar naik motor dengan istri, sedangkan Saefudin berjalan kaki menuju rumah orang tuanya di Sampora. Tapi, saya dan istri tidak sempat menyapa Saefudin. Namun, saya hanya bilang, Mah itu kan si Udin (Saefudin),'' ungkapnya.

Keahlian Noordin memanfaatkan jaringan kekerabatan memang sudah diduga polisi jauh-jauh hari. Tiga hari sebelum Ahmad Feri ditangkap, seorang perwira menengah Mabes Polri yakin jaringan itu memanfaatkan hubungan keluarga (Jawa Pos, 1 Agustus 2009). Saat ini, Saefudin diduga sudah lolos ke luar Jawa menuju Sumatera.

''Ada yang melaporkan pergerakan orang yang diduga Saefudin menggunakan Bus Bhineka jurusan Kuningan-Merak lewat Slipi, Jakarta,'' ungkap sumber Jawa Pos di kepolisian.

Tim Densus 88 Polda Jawa Tengah dan Jawa Timur kini sedang mendata keluarga orang-orang yang diduga pernah terkait dengan konflik Poso dan Ambon. ''Jumlahnya ratusan. Disisir dari Solo ke timur, dari Temanggung ke utara,'' jelasnya.

Mereka adalah keluarga yang ditinggal anaknya berjihad ke Poso (2005-2007) atau tempat veteran konflik Ambon (2000). ''Kami sudah punya datanya. Cuma, memang data lama, 2007,'' ujar sumber itu.

Sementara itu, kemarin (15/8), seorang warga bernama H Iwan Herdiansyah, 27, penduduk RT 07/01, Desa/Kecamatan Cibingbin, ditangkap aparat.

Menurut keterangan saksi, penyergapan berlangsung sangat cepat. Warga menceritakan, pagi itu sekitar pukul 06.00, Iwan sedang membuka tokonya yang menjual aneka macam buku. Baru saja membuka toko, dua mobil Suzuki APV hitam dan hijau mendadak berhenti di depan toko tersebut.

Tak lama kemudian, sekitar empat orang turun dari kendaraan dan langsung menuju suami Ita Hernawati itu. Para petugas tersebut menodongkan senjata dan membawa Iwan masuk ke Suzuki APV hitam. Seorang petugas kemudian menutup kembali toko yang baru dibuka Iwan tersebut.

''Kejadiannya begitu cepat. Awalnya, ada dua mobil yang berhenti di depan toko tersebut. Lalu, penumpangnya turun dan menghampiri Pak Haji. Yang kami lihat, keempat orang yang keluar dari mobil langsung menodongkan senjata ke arah Pak Haji. Yang satu lagi menutup rolling door toko,'' jelas salah seorang warga yang mengaku melihat kejadian tersebut.

''Pak Haji langsung dibawa masuk ke dalam mobil hitam yang berkaca gelap. Di dalam mobil juga ada beberapa orang. Mungkin mereka petugas,'' lanjut dia.

Kepala Desa Cibingbin Drs Dudung Abdul Haris mengaku kaget atas penangkapan Iwan itu. Apalagi, beberapa hari sebelumnya, mobil yang dipakai menyergap warganya tersebut kerap bolak-balik di wilayahnya. ''Menurut warga saya, dalam beberapa hari terakhir mobil itu sering bolak-balik. Tapi, warga kami tidak berani menegur,'' katanya.

Djahri Tak Kenal Ibrohim


Setelah diperiksa selama sepekan di Mabes Polri, Muh. Djahri, pemilik rumah yang diberondong Densus 88 saat penangkapan Ibrohim (8/8), akhirnya kembali ke Temanggung kemarin. Pria 59 tahun itu tiba di kampungnya, Dusun Beji, Kedu, didampingi aparat kepolisian pukul 8.30.

Djahri langsung menuju rumah adiknya, Darpinah, di Dusun Siwur, Karangtejo, Kedu. ''Saya dari Jakarta jam setengah delapan malam, terus sampai di Jogjakarta setengah sembilan, dan alhamdulillah tadi pagi sudah sampai rumah dalam keadaan sehat,'' ujarnya kemarin.

Selama pemeriksaan di Mabes Polri, Djahri mengaku telah diperlakukan dengan baik oleh polisi. ''Sejak penahanan sepekan lalu, saya diberi pakaian dan cukup makanan. Saya juga dihormati serta diperlakukan secara manusiawi. Malahan, di sana mereka panggil saya Mbah Djahri,'' ungkapnya lantas tertawa.

Sayang, saat ditanya wartawan lebih lanjut terkait materi pemeriksaan, dia begitu irit bicara. ''Ya diperiksa sampai capek juga sih, kurang dari sepuluh jam. Mereka tahu bahwa saya orang tua. Jadi, yang saya sampaikan apa adanya. Jadi, semua berjalan lancar,'' lanjut ayah dua anak tersebut.

Polisi, kata dia, terus memeriksa soal keterkaitan identitas tamu yang akhirnya diketahui sebagai Ibrohim, otak pengeboman di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, itu. Namun, Djahri tetap mengaku tidak mengenal pria yang tewas di rumahnya saat penggerebekan tersebut.

''Yang datang malam itu cuma satu orang diantar Aris dan saya tidak kenal. Kalau tahu itu teroris, ya tidak mungkin saya terima,'' tegas guru SMP Muhammadiyah Kedu itu.

Sejak tamunya (Ibrohim) tiba Jumat (7/8) dini hari itu, Djahri juga mengaku tidak banyak berbicara. ''Saya sempat ngobrol, makanya saya diperiksa karena sempat berdialog itu,'' ujarnya. Dia enggan membeberkan lebih lanjut materi pembicaraan tersebut.

Lantas, bagaimana dengan kedua keponakannya, Aris dan Indra, yang juga ditahan polisi? Djahri mengungkapkan bahwa keduanya dalam keadaan sehat. ''Keduanya baik-baik saja. Saya sudah ketemu,'' katanya. 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.