Header Ads

UNDANG-UNDANG NO. 14/ 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DALAM RANGKA MEMBANGUN STRUKTUR HUMAS KEDEPAN (Oleh Zulkarnain staff Divhumas Polri)

Polri.go.id - Pada tanggal 30 April 2008 yang lalu telah diundangkan sebuah undang-undang yang bernomer 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Berdasarkan pasal 64 undang-undang ini akan mulai berlaku setelah dua tahun sejak diundangkan yang berarti tanggal 1 Mei 2010 yang akan datang. Dalam UU ini mensyaratkan agar setiap badan publik untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) guna memberikan pelayanan informasi kepada publik secara cepat, mudah dan wajar sesuai dengan petunjuk tehnis standart layanan informasi publik yang berlaku secara nasional. Struktur PPID ini di lembaga pemerintahan baik pusat maupun pemerintahan daerah dan termasuk Polri banyak ditugaskan kepada fungsi kehumasan atau Public relation yang ada selama ini. Hal tersebut dikarenakan peran utama dari pada PPID adalah pelayanan informasi kepada publik dalam korelasinya menjadikan organisasi publik yang transparan dan akuntabel.

Di lingkungan Polri dan banyak organisasi badan publik lainnya, pejabat pelayanan informasi kepada publik selama ini diemban dan dilakukan oleh divisi Humas atau bidang humas atau dinas penerangan. Untuk Polri sebagaimana diketahui struktur organisasi humas ini baru pada Mabes Polri dan Polda-Polda, sedangkan untuk satuan kewilayahan lainnya masih diemban oleh perwira penghubung penerangan atau perwira penghubung Humas, seperti misalnya diemban oleh Kabag Binamitra Polwiltabes, Poltabes dan Polres.

Dengan menelaah isi dari pada undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ini maka dipandang perlu adanya strukturisasi kehumasan di lingkungan Polri sampai di tingkat Polwiltabes/ Polwil, Poltabes, Polres dan Polresta sebagai bentuk antisipasi dan atau kesiapan organisasi Polri dalam upaya menjadikan organisasi Polri yang transparan dan akuntabel ataupun tata kelola lembaga pemerintahan yang baik (good governance). Hal ini sangat selaras dengan apa yang telah, sedang dan akan dikerjakan oleh Polri dalam kaitannya dengan reformasi Polri dan saat ini reformasi birokrasi Polri yang menekankan pada perubahan budaya atau kultur anggota Polri.

BEBERAPA FAKTA PENTING DALAM UU NO. 14/2008 TENTANG KIP.

Secara umum dapat dikatakan bahwa stakeholder atau kelompok kepentingan dalam undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang KIP ini adalah Badan Publik, Pemohon Informasi publik dan Pengguna Informasi publik. Disamping itu juga ada Komisi Informasi baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten atau kota (bila dianggap perlu) dan lembaga peradilan baik Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri (PN). Roh atau jiwa dan semangat diberlakukannya undang-undang ini adalah untuk menjadikan Badan Publik sebagai lembaga yang akuntabel dan transparan atau mewujudkan sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Badan Publik didifinisikan adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Masing-masing kelompok kepentingan ini diatur memiliki hak dan kewajiban, khususnya untuk Badan Publik, pemohon informasi publik dan pengguna informasi publik. Secara khusus dalam telaahan staff ini dikemukakan akan hak dan kewajiban badan publik seperti Mabes Polri dan kesatuan yang ada dibawahnya adalah :

Hak Badan Publik yang diatur dalam pasal 6 UU No. 14/ 2008,
1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a) Informasi yang dapat membahayakan negara.
b) Informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat.
c) Informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi.
d) Informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan, dan/atau
e) Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Kewajiban Badan Publik yang diatur dalam pasal 7 UU No. 14/2008,
1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.

Badan Publik wajib menyediakan dan mengumumkan informasi publik yang dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu secara berkala, serta merta dan setiap saat. Kriteria masing-masing informasi publik tersebut diatur dalam pasal 9, 10 dan 11 UU No. 14/ 2008 tentang KIP ini.

Secara khusus dalam undang-undang ini ada perintah untuk mewujudkan pelayanan informasi yang cepat, tepat, dan sederhana sehingga diperintahkan kepada Badan Publik untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) serta membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah dan wajar sesuai dengan standart yang dibuat secara nasional. Untuk pedoman ini Depkominfo telah mengeluarkan sebuah buku “Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik” yang cetakan pertama dikeluarkan bulan Juni 2009.

Dalam pasal 22 UU No. 14/ 2008 tentang KIP ini diatur bahwa pemohon informasi publik dapat mengajukan informasi publik kepada Badan Publik baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Kewajiban BP adalah mencatat dan memberikan nomor pendaftaran atas permohonan informasi publik dimaksud. Selanjutnya dalam waktu 10 hari kerja BP harus sudah memberikan pemberitahuan atas permohonan dimaksud kepada pemohon atas informasi apa yang diminta atau dapat memperpanjangnya selama 7 hari kerja lagi dengan alasan secara tertulis.

Dalam bab VII UU No. 14/ 2008 ini diatur tentang pengajuan keberatan dan penyelesaian sengketa apabila ada permasalahan-permasalahan.
a) Apabila pemohon informasi publik merasa keberatan atas jawaban dari BP yang dimintai informasi publik, maka pemohon informasi publik dapat mengajukan keberatan kepada atasan dari pada pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID). Kalau di organisasi Polri saat ini atasan dari pada pejabat Humas atau yang dapat dikatakan sebagai PPID dalam hal ini berarti Kapolri jika itu Mabes Polri dan Kapolda jika keberatan tersebut di Humas Polda.
b) Pengajuan keberatan oleh pemohon informasi publik paling lambat 30 hari kerja setelah pemohon menerima jawaban dari BP dengan alasan mengapa pengajuannya tidak dapat dipenuhi atau ditolak atau tidak sesuai dengan permohonan mereka. Kemudian dalam waktu 30 hari kerja paling lama atasan PPID tersebut harus sudah memberikan tanggapan secara tertulis. Penyelesaian keberatan dari pemohon informasi publik ini dalam hal-hal tertentu sesuai dengan pasal 35 ayat (1) dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat antara pemohon informasi publik dan atasan PPID.
c) Dalam hal jawaban atau tanggapan atasan PPID atau atasan pejabat Humas tidak memuaskan pemohon informasi publik maka pemohon informasi publik dapat mengajukan penyelesaian sengketa ke Komisi Informasi sesuai tingkatannya. Pengajuan penyelesaian sengketa ini diajukan paling lambat 14 hari setelah si pemohon informasi menerima jawaban atau tanggapan dari atasan PPID, untuk selanjutnya Komisi Informasi dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah menerima pengajuan penyelesaian sengketa tersebut sudah harus mulai bekerja menyelesaikan sengketa dimaksud melaui cara-cara mediasi dan atau ajudikasi nonligitasi. Dalam waktu 100 hari paling lambat Komisi Informasi harus sudah selesai menyelesaikan sengketa dimaksud.
d) Dalam hal para pihak atau salah satu pihak tidak menerima keputusan ajudikasi dari Komisi Informasi sesuai dengan tingkatan masing-masing yang dinyatakan secara tertulis, maka mereka yang tidak menerima putusan tersebut dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Jika yang akan digugat adalah Badan Publik negara maka gugatan diajukan ke PTUN dan jika BP tersebut bukan BP negara gugatan diajukan ke PN. Pengajuan gugatan tersebut paling lama 14 hari setelah para pihak menerima keputusan ajudikasi dari Komisi Informasi. Jika saja atas keputusan dari pengadilan PTUN maupun PN tersebut masing-masing para pihak tidak menerima, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung paling lambat 14 hari setelah menerima putusan dari PTUN atau PN.

Dalam UU No. 14/ 2008 ini juga diatur tentang sangsi pidana baik bagi pemohon informasi publik, pengguna informasi publik maupun bagi badan publik itu sendiri. Bagi BP paling tidak ada dua pasal yang bisa mengenai mereka, yaitu yang diatur dalam pasal 52; “Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”. Kemudian dalam pasal 55 diatur; “Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”.

Akhir-akhir ini di bulan Mei dan atau Juni 2009 sesuai dengan informasi sedang didiskusikan dan dibahas tentang strukturisasi birokrasi Polri baik tingkat Mabes Polri maupun kewilayahan sebagai upaya menjawab tantangan perubahan atau reformasi birokrasi Polri khususnya sebagai upaya merubah budaya Polri sebagai pelayan masyarakat baik dibidang penegakan hukum maupun pemeliharaan kamtibmas. Situasi ini tentu sangat korelatif dengan upaya menyarankan adanya penambahan struktur fungsi kehumasan atau pejabat pengelola informasi dan dokumentasi dalam kaitannya memberikan pelayanan informasi kepada publik sebagaimana amanat UU No. 14/ 2008 tentang KIP.

ANALISIS LANGKAH POLRI YANG PERLU DIAMBIL.

Dari fakta-fakta tersebut di atas dapat dianalisis bahwa setiap Badan Publik haruslah memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) atau fungsi kehumasan yang berperan memberikan pelayanan informasi publik kepada pemohon informasi publik. Pada organisasi Polri, PPID ini dapat diartikan atau disamakan fungsi dan perannya sebagai Humas baik itu Divisi Humas Polri untuk tingkat Mabes Polri dan Bidang Humas Polda untuk organisasi Polri tingkat Polda. Dengan demikian apabila ada persoalan pengajuan keberatan dan atau ada sengketa atas informasi publik yang diangkat oleh pemohon informasi publik, untuk tingkat Mabes Polri dan Polda tidak ada masalah, artinya ada organisasi yang melayani keadaan itu.

Mengamati difinisi dari pada Badan Publik, maka sudahlah pasti Polri sebagai Badan Publik, karena anggaran untuk menjalankan organisasi ini bersumber dari APBN. Dari beberapa pasal tentang pembentukan Komisi Informasi baik di tingkat pusat dengan Komisi Informasi Pusat, di Provinsi dengan Komisi Informasi Provinsi dan di tingkat Kabupaten atau Kota dengan Komisi Informasi Kabupaten/ Kota, maka sesungguhnya organisasi Polri sebagai Badan Publik dibagi-bagi juga pada tingkat Mabes Polri, Polda, Polwiltabes/ Polwil, Poltabes, Polres/ Polresta. Artinya satuan kewilayahan tersebut berdiri sendiri sebagai suatu badan publik sesuai dengan tingkatan kewilayahannya. Ini berati dalam korelasinya dengan perintah undang-undang untuk menunjuk PPID juga tidak hanya pada tingkat Mabes Polri dan Polda saja, tetapi pada tingkat satuan wilayah seperti Polwiltabes, Polwil, Poltabes, Polres dan Polresta haruslah memiliki PPID tersebut atau pejabat kehumasan yang bertugas untuk memberikan pelayanan informasi kepada publik.

Melihat sebagai sebuah fakta bahwa apabila ada pengajuan keberatan dan atau sengketa informasi publik, maka dalam penyelesaiannya adalah dapat dilakukan oleh atasan PPID atau atasan petugas pelayanan informasi publik secara musyawarah dengan pihak yang keberatan. Akan tetapi jika tidak dapat dilakukan dengan musyawarah maka penyelesaian sengketa dilakukan oleh lembaga Komisi Informasi melalui cara-cara mediasi dan atau ajudikasi nonligitasi. Dari pemahaman ini berarti adanya struktur PPID atau yang berperan dalam bidang pelayanan informasi Publik pada tingkatan satuan kewilayahan Polri paling tidak sampai pada tingkat Polres adalah sebagai suatu keharusan. Keharusan ini dikarenakan bukan saja karena kepentingan untuk pelayanan informasi bagi publik, tetapi juga didorong apabila ada persoalan-persoalan seperti adanya keberatan dari pemohon informasi publik dan adanya pengajuan sengketa yang dapat sampai ke peradilan PTUN untuk Polri maupun ke PN jika saja sengketa yang diangkat oleh pemohon informasi publik ada unsur pidananya dan/ atau memang sebuah pidana. Pemahaman ini didasarkan juga pada realita bahwa tidak mungkin tugas-tugas sengketa informasi publik maupun dalam proses peradilan yang harus dihadiri oleh petugas PPID dibebankan kepada Kasatwil seperti Kapolwiltabes, Kapolwil, Kapoltabes, Kapolres dan Kapolresta.
Karena sebagai sebuah fakta bahwa selama ini para Kapolwiltabes, Kapolwil, Kapoltabes, Kapolres dan Kapolresta sering dimintai konfirmasi atau permintaan layanan informasi publik oleh pemohon informasi publik khususnya para wartawan, terkadang para Kasatwil tersebut “kewalahan”, karena memang belum mendapat informasi yang jelas terhadap informasi yang diminta. Dalam posisi yang demikian, keberadaan dari pada pejabat pengelola informasi dan dokumentasi atau semacam pejabat kehumasan pada tingkat satuan kewilayahan diharapkan akan sangat berarti membantu para Kasatwil yang “kewalahan” tersebut.

Dalam buku “Panduan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Untuk Petugas Pengelola dan Pemberi Informasi di Badan Publik” yang dikeluarkan oleh Depkominfo bulan Juni 2009, dibahas bahwa dengan diberlakukannya UU No. 14/ 2008 tentang KIP ini maka Badan Publik membutuhkan beberapa tambahan struktur, infrastruktur dan staff yang secara khusus mengelola dan memberikan pelayanan informasi publik. Strukturisasi ini sedemikian rupa haruslah sederhana, efesien dan ramping sehingga semangat atau jiwa pemberian pelayanan informasi publik yang tidak berbelit-belit, sederhana, murah dan cepat akan terujud. Dalam buku panduan ini juga didiskusikan bahwa apakah struktur organisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di tiap-tiap Badan Publik yang dipersyaratkan oleh UU harus berdiri sendiri atau bagian dari pada fungsi Kehumasan. Untuk di lingkungan Polri menurut penulis, melihat akan fungsi utamanya adalah pelayanan informasi kepada publik, maka keberadaan PPID ini dalam koordinasi fungsi Kehumasan. Hal ini dikaitkan dengan keadaan faktual di lingkungan Polri sendiri bahwa organisasi yang bertugas di bidang penyimpanan dan analisis data untuk kepentingan organisasi dan pimpinan organisasi sudah ada, yaitu seperti Pusiknas, Infolahta yang selama ini berada di bidang telematika, biro dan/ atau bagian analis di Reserse Kriminal, Pusident yang berdiri sendiri dan Dastik di Roops atau Deops Polri. Organisasi-organisasi tersebut tidaklah memiliki tugas untuk melayani pemberian informasi kepada publik, karenanya pemberian pelayanan informasi kepada publik adalah lebih tepat diemban oleh Humas.

Berkaitan dengan adanya kewajiban untuk pemberian pelayanan informasi kepada publik ini yang pemberiannya dilakukan oleh Humas, maka dianalisis perlu adanya strukturisasi petugas khusus yang mengelola dan mendokumentasikan informasi yang dapat dan akan diberikan kepada publik. Artinya perlu semacam strukturisasi perwira penghubung Humas di satuan kerja-satuan kerja yang ada di Polri seperti di satker Mabes Polri yaitu satker unsur Pembantu Pimpinan, satker unsur pelaksana pendidikan dan staff khusus dan pada satker unsur pelaksana utama pusat yang selama ini sifatnya hanya penunjukan saja dan tidak terstruktur. Untuk di tingkat Polda, strukturisasi petugas khusus yang mengelola dan mendokumentasikan informasi cukup pada satker unsur pelaksana utama saja yaitu Direktorat Intelkam, Reskrim, Narkoba, Samapta, Obsus, Lantas, Polair dan Brimob. Strukturisasi perwira penghubung Humas tersebut sebaiknya hanya merupakan sub bagian dari pendataan dan analisis data di satuan kerja masing-masing yang uraian tugas utamanya (job discribtion) adalah mengelola dan mendokumentasikan informasi yang akan diberikan kepada publik melalui Humas. Demikian juga strukturisasi Humas di Polwiltabes, Polwil, Poltabes, Polres dan Polresta sebaiknya berada dibawah Kabagops satuan kerja tersebut yang memang salah satu bertugas mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data untuk kepentingan organisasi selama ini. Penegasan kembali dari strukturisasi penghubung humas yang ada di satker maupun di satuan kewilayahan sampai pada Polres uraian tugasnya adalah : mengumpulkan data dan informasi pada satkernya, mengelola informasi yang dapat diperuntukkan untuk publik dengan cara mengolah dan menganalisisnya, mengirim informasi tersebut kepada divisi atau bidang Humas untuk dikirim atau diberikan kepada pemohon informasi publik.

Disamping pentingnya strukturisasi organisasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagai bagian dari Humas untuk di lingkungan Polri tentu amatlah penting pembangunan atau penyempurnaan infra struktur pelayanan pemberian informasi itu sendiri yaitu hard ware dan sofe ware informasi yang berbasis tehnologi. Pembangunan atau penyempurnaan infra struktur ini sangat penting karena sarana dan prasaranan inilah yang akan mewujudkan pemberian pelayanan informasi yang sederhana, tidak berbelit-belit, murah dan cepat.

KESIMPULAN.

Dengan akan diberlakukannya UU No. 14/ 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada 1 Mei 2010 yang akan datang maka semua Badan Publik termasuk Polri perlu melakukan penambahan struktur dan infrastruktur serta penambahan petugas khusus yang akan mengelola informasi dan dokumentasi Polri sebagai upaya pemberian pelayanan informasi kepada publik baik yang diminta oleh publik maupun tidak diminta seperti yang diamanatkan dan diatur oleh UU No. 14/ 2008 tersebut. Di lingkungan Polri pemberian pelayanan informasi selama ini diemban oleh divisi Humas Polri dan bidang Humas Polda secara sendiri atau langsung diberikan oleh para Kepala kesatuan kerja yang didampingi oleh petugas Humas. Dilakukan secara sendiri oleh Humas dalam arti tidak ada kepanjangan tangan atau bantuan secara terstruktur dari satuan kerja-satuan kerja dimana informasi itu berada. Yang ada selama ini adalah perwira penghubung Humas yang tidak terstruktur dan uraian tugaspun tidak jelas. Karena itu dalam telaahan staff ini disimpulkan bahwa perlu adanya strukturisasi petugas khusus yang mengelola dan mendokumentasikan serta mendistribusikan informasi di satuan kerja-satuan kerja baik tingkat Mabes Polri dan beberapa satuan kerja Polda.

Sejalan dengan kesimpulan di atas juga perlu adanya strukturisasi kehumasan pada satuan kerja kewilayahan Polwiltabes, Polwil, Poltabes, Polres dan Polresta sesuai dengan kebutuhan dalam arti memang dinamika pemberian pelayanan informasi kepada publik sudah cukup sering. Strukturisasi fungsi kehumasan ini yang tugas utamanya sebagai pengelola informasi dan dokumentasi di satuan kewilayahan menjadi sangat penting ketika ada pernyataan keberatan dan sengketa masalah informasi publik yang diangkat oleh pemohon informasi publik maupun oleh Polri sendiri yang menemukan adanya informasi publik mengenai satuan kerjanya tidak benar atau justru diputar balik atau dipelintir. Pejabat dalam struktur kehumasan ini disamping melaksanakan tugas pokok sebagai pelayanan dalam memberikan informasi publik, juga mewakili satuan kerja apabila ada sengketa. Sangatlah tidak efektif jika tugas-tugas pelayanan dibidang pemberian informasi publik atau dalam penyelesaian sengketa diemban langsung oleh Kasatker atau oleh Kabag Binamitra yang selama ini dijadikan sebagai perwira penghubung humas di satuan kerjanya.

REKOMENDASI.

Sebagai langkah Polri dalam menghadapi pemberlakuan UU No. 14/ 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik direkomendasikan perlu adanya strukturisasi petugas khusus yang mengelola informasi dan dokumentasi untuk membantu Divisi Humas Polri dan Bidang Humas Polda pada satuan kerja yang ada di Mabes Polri dan Polda. Pada tingkat Mabes Polri dapat distukturkan pada seluruh satker yaitu pada unsur pembantu pimpinan/ staff (ITWASUM, DERENBANG, DEOPS, DE SDM DAN DELOG), pada satker unsur pelaksana pendidikan dan staff khusus (SET NCB, PUSDOKES, PUSKU, DIV BINKUM, DIV PROPAM, DIV TELEMATIKA, PTIK, SESPIMPOLRI, AKPOL DAN LEMDIKLAT) dan pada satker unsur pelaksana utama pusat (BAINTELKAM, BARESKRIM, BABINKAM DAN KORBRIMOB POLRI). Strukturisasi pejabat pengelola informasi dan dokumentasi ini disarankan diletakkan dibawah pejabat yang selama ini bertugas untuk menganalisis data di satkernya seperti dibawah Karo Analis atau Kabag Analis.

Untuk di tingkat Polda, strukturisasi pejabat pengelola informasi dan dokumentasi ini disarankan pada satker unsur pelaksana utama yaitu pada DIT INTELKAM, DIT RESKRIM, DIT NARKOBA, DIT SAMAPTA, DIT OBSUS, DIT LANTAS, DIT POLAIR DAN SAT BRIMOBDA. Sedangkan pada unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staff cukup di RO OPS, RO BINA MITRA, RO PERS, RO LOG DAN ITWASDA. Untuk strukturisasi pada unsur pelaksana pendidikan/ staff khusus dan pelayanan cukup pada BID PROPAM, BID TELEMATIKA, BID DOKKES, BIDKU dan SPN. Strukturisasi fungsi kehumasan ini disarankan cukup berada dibawah pejabat yang selama ini bertugas mengumpulkan data dan menganalisisnya untuk kepentingan satker, seperti dibawah Kabag Analis.

Strukturisasi humas di tingkat kewilayahan yaitu di Polwiltabes, Polwil, Poltabes, Polres dan Polresta sangatlah penting. Disarankan strukturisasi ini diletakkan dibawah BAG OPS atau sebagai unsur pelaksana/ staff khusus dan pelayanan seperti UR Telematika, Unit P3D, UR Dokkes dan Taud. Disarankan namanya sebagai Kaur Humas atau Kanit Humas.

Uraian tugas atau job discribtion petugas atau pejabat pengelola informasi dan dokumentasi baik di Satker Mabes Polri, Satker Polda maupun Kaur Humas Satwil disarankan adalah :
a) Mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan tugas pokok satker.
b) Mengelola informasi dengan cara diolah dan disimpan serta disajikan sesuai dengan kebutuhan baik untuk keperluan pimpinan atau internal maupun untuk publik sesuai permohonan.
c) Mengkategorikan informasi apakah boleh untuk konsumsi publik atau yang dikecualikan sesuai undang-undang.
d) Menyimpan informasi dalam data base serta mengisikan dalam konten web site jika memang sudah ada infra struktur tersebut.
e) Menerima, mencatat dan menomeri serta memberikan tanda bukti permintaan informasi.
f) Mengirimkan informasi kepada Divisi Humas Polri dan Bidang Humas Polda untuk kemudian Divisi Humas Polri dan Divisi Humas Polda memberikan informasi dimaksud kepada pemohon informasi.
g) Untuk Kaur Humas Satwil dapat langsung memberikan informasi yang diminta kepada pemohon informasi publik atas sepengetahuan Kasatwil atau disampaikan langsung oleh Kasatwil sesuai keadaan.

Disamping strukturisasi organisasi pejabat pengelola informasi dan dokumentasi tersebut tidak kalah penting adalah pembangunan dan atau penyempurnaan infra struktur atau pengadaan sarana dan prasarana seperti hard ware dan sofe ware pelayanan informasi yang berbasis pada tehnologi informasi dan komunikasi seperti misalnya up grade pengamanan website Polri dan pendayagunaan secara lebih maksimal akan website dimaksud atau membangun website baru yang dikelola secara lebih profesional.

Semoga saja keinginan tersebut akan terujud sebagai upaya mempercepat dan memperkokoh kepercayaan masyarakat kepada Polri dan kemudian memasuki era networking atau kemitraan dengan berbagai komponen bangsa.


Zulkarnain, staff Divisi Humas Polri.
Saran, koreksi dan pendapat dapat dikirim ke email zulkarnain@polri.go.id

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.