Header Ads

Keamanan Wilayah Perbatasan

Dalam UUD 1945 Pasal 25A dinyatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil dengan jumlah ± 17.508 pulau, di mana 92 pulau di antaranya berada pada titik terluar atau wilayah perbatasan. Mengingat akan keterbatasan pendataan, tanda-tanda batas, upaya pemeliharaan, pemberian nama-nama pulau, dan pembangunan di wilayah perbatasan hingga kini di Indonesia masih terdapat berbagai masalah baik yang ada di dalam negeri maupun dalam hubungan dengan negara lain.

Adapun wilayah negara meliputi daratan, perairan, dan udara dengan batas-batas tertentu sesuai letak dan posisi geografis. Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Di darat berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Di perairan berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Philipina, Republik Palau, Papua Nugini, Australia, dan India.
Penentuan batas wilayah negara itu didasarkan pada sejarah, perjanjian/konvensi internasional maupun kondisi riil suatu wilayah, dalam hal inilah sering menimbulkan persengketan.


Tanda-tanda maupun garis-garis fisik yang dijaga oleh petugas dalam pos-pos diperluas pengertiannya dalam tatanan kehidupan antar bangsa yang lebih harmoni. Berkaitan dengan hal ini masalah perbatasan menjadi persoalan yang cukup rumit dan melibatkan berbagai aspek dalam kehidupan bernegara.

Aspek yang berkaitan dengan masalah di perbatasan adalah aspek ekonomi , dimana terdapat kecenderungan kurangnya perhatian dari pemerintah pusat dalam membangun dan mengembangkan daerah perbatasan, daerah itu menjadi miskin dan terbelakang jika dibandingkan dengan daerah lain.

Penduduk setempat masih banyak yang hidup dari bertani, sulitnya lapangan pekerjaan, menyebabkan kehidupan masyarakat perbatasan yang teringgal jauh dengan daerah lainnya. Karena sulitnya lapangan kerja itulah marak penebangan kayu/illegal loging dan penambangan liar. Barang keperluan hidup sehari-hari banyak tersedia dari negara tetangga dan lebih murah dibanding produk negara sendiri yang laebih mahal.

Bila dilihat dari aspek sosial, masalah kesenjangan sosial di wilayah perbatasan timbul sebagai akibat kebijakan pemerintah pusat dalam perumusan otonomi daerah yang tidak tuntas. Dibukanya perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran telah menggeser lahan penduduk asli (dayak, Melayu) yang dahulunya adalah hutan kayu bermacam-macam jenis. Karena penggunaan tenaga kerja perkebunan diambil dari luar hal ini mengakibatkan penduduk asli kesulitan mencari mata pencaharian. Mereka tidak memiliki keahlian, hidupnya tergantung sekali pada hutan seperti mencari rotan, kayu dan damar. Sedangkan lahan hutan sudah terjadi alih fungsi. Penduduk asli di wilayah perbatasan pada umumnya terpinggirkan oleh kebijakan dalam pembangunan yang kurang menyentuh rasa kemanusiaan.
Bagi masyarakat yang merasa memiliki tanah baik tanah adat maupun warisan (ulayat), dibukanya perkebunan yang tidak dirundingkan labih dahulu dengan mereka (pemilik adat) dan tidak pula terdata secara baik oleh pemerintah daerah, hal itu dapat menyebabkan masalah ganti rugi lahan yang berlarut-larut. Apalagi jika setelah kebun mulai menghasilkan kemudian pemilik adat mengetahui, tidak menutup kemungkinan mereka dapat mengerahkan masyarakat desa untuk unjuk rasa minta menuntut ganti rugi yang lebih besar.
Dampak masalah struktural dari aspek ekonomi dan aspek sosial ialah lahirnya berbagai penyimpangan yang antara lain dalam bentuk tindak kejahatan. Dalam kaitan masalah perbatasan persoalannya adalah bagaimana pengawasan efektif dilaksanakan, di samping itu tentu tidak terlepas dari manajemen perbatasan.
Bentuk Kejahatan dan Pengawasan
Berbagai bentuk kejahatan dapat dikategorikan sebagai kejahatan lintas batas/ lintas negara (transnational crime) dengan melihat lokasi kejadian atau pelakunya. Ada yang terjadi di wilayah perbatasan antara dua negara dan melibatkan penduduk yang tinggal disekitarnya (transborder crime), namun ada juga yang tersebar di berbagai kota/ daerah yang bukan wilayah perbatasan, dilakukan secara berkelompok/jaringan internasional yang terorganisir (transnational organized crime). Secara keseluruhan paling tidak dikenal 11 jenis kejahatan lintas batas, di antaranya terorisme, bajak laut, illegal loging, illegal fishing, perdagangan manusia (human trafficking), penyelundupan (smuggling),

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.